Saturday 29 January 2011

dasar acuan dalam penilaian

BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar Penggunaan Acuan Dalam Penilaian
Setelah memberikan skor atas jawaban siswa, langkah pengolahan data hasil evaluasi adalah menganalisis data. Dari hasil analisis data tersebut, selanjutnya dilakukan suatu penilaian. Mengadakan penilaian atau memberikan penilaian ( grading ) pada hakikatnya adalah mengubah angka- angka yang diperoleh dari skor mentah menjadi suatu nilai yang memiliki suatu arti, seperti baik atau buruk, tinggi atau rendah, atau memuaskan atau tidak memuaskan berdasarkan kriteria tertentu.
Cara menginterprestasi hasil penilaian, berkaitan dengan pendekatan yang disesuaikan dengan penggunaannya pada perolehan skor tes siswa, apakah skor akan dibandingkan dengan rata- rata kelompoknya, setelah siswa tes berlangsung atau skor siswa akan dibandingkan dengan kriteria tertentu yang telah ditentukan sebelum tes berlangsung. Cara yang pertama, disebut dengan Penilaian Acuan Patokan (PAP), Criterion Reference Test (CRT) dan Penilaian Acuan Norma (PAN), Norm Reference Test (NRT).
B. Macam- macam Penilaian
1. Penilaian Acuan Patokan (PAP), Criterion Reference Test (CRT)
Penilaian berdasarkan acuan patokan dapat digunakan apabila dasar pemikira yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan adalah asumsi pedagogik. Asumsi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa keragaman kemampuan peserta didik hedaknya dapat dikurangi, hal ini berarti seseorang pendidik harus dapat memacu peserta didik yag berprestasi. Peserta didik harus memiliki motivasi yang kuat untuk belajar, sehingga ada perbedaan kemampuan antara sebelum dan sesudah belajar. Pendidik dalam mengembangkan proses belajar mengajar menyajikan materi dan metode yang sesuai dengan kemampuan peserta didik.
Dalam standar ini penentuan tingkatan (grade) didasarkan pada sekor-sekor yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk persentase. Untuk mendapatkan nilai A atau B, seorang siswa harus mendapatkan sekor tertentu sesuai dengan batas yang telah ditetapkan tanpa terpengaruh oleh performan (sekor) yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya. Salah satu kelemahan dalam menggunakan standar absolut adalah skor siswa bergantung pada tingkat kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang diterima siswa mudah akan sangat mungkin para siswa mendapatkan nilai A atau B, dan sebaliknya apabila tes tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan, maka kemungkinan untuk mendapat nilai A atau B menjadi sangat kecil. Namun kelemahan ini dapat diatasi dengan memperhatikan secara ketat tujuan yang akan diukur tingkat pencapaiannya. Dalam menginterpretasi skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan pendekatan PAP, maka terlebih dahulu ditentukan kriteria kelulusan dengan batas-batas nilai kelulusan. Umumnya kriteria nilai yang digunakan dalam bentuk rentang skor berikut:
Rumus : Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban yang benar x 100 %
10
Taraf
Penugasan Angka
Kualitas Nilai
Huruf Kualifikasi
91-100 % 4 A Memuaskan
81- 90 % 3 B Baik
71- 80 % 2 C Cukup
61- 70 % 1 D Kurang
< 60 % 0 E Gagal

2. Penilaian Acuan Norma (PAN), Norm Reference Test (NRT)
Pendekatan Acuan Norma ( PAN ), merupakan pendekatan penilaian yang dipergunakan untuk menginterprestasikan informasi / data / skor siswa dengan cara membandingkan skor siswa secara individual dengan skor rata- rata kelompoknya . Penilaian dengan acuan ini dapat digunakan apabila pendidik mengalami kurikulum yang bersifat dinamis.
Contoh:
Satu kelompok peserta tes terdiri dari 9 orang mendapat skor mentah:
50, 45, 45, 40, 40, 40, 35, 35, 30
Dengan menggunakan pendekatan PAN, maka peserta tes yang mendapat skor tertinggi (50) akan mendapat nilai tertinggi, misalnya 10, sedangkan mereka yang mendapat skor di bawahnya akan mendapat nilai secara proporsional, yaitu 9, 9, 8, 8, 8, 7, 7, 6.
Jika skor mentah yang paling tinggi (50 diberi nilai 10 maka nilai untuk :
Nilai 45 adalah (45/ 50) x 10 = 9,0
Nilai 40 adalah (40/ 50) x 10 = 8,0 dan seterusnya

Penentuan nilai dengan skor di atas dapat juga dihitung terlebih dahulu persentase jawaban benar. Kemudian kepada persentase tertinggi diberikan nilai tertinggi.
C. Teknik Pengubahan Skor Menjadi Nilai
Kegiatan berikutnya setelah tes berlangsung adalah memeriksa jawaban siswa, kemudian memberikan skor ( penyekoran ) dan terakhir mengelola skor, yang menggunakan skor mentah menjadi skor matang.
Ada pun langkah yang ditempuh masih untuk mengolah skor mentah menjadi matang/ nilai adalah :
1. Memberikan skor pada peserta didik
a) Penyekoran tes tertulis.Penyekoran jawaban soal- soal tes obyektif biasanya dilakukan secara dikhatomi, yaitu jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Dalam penyekoran soal- soal tes obyektif , B- S, pilihan ganda, dan menjodohkan, ada yang menggunakan rumus tebakan ( guessing formula ). Penerapan rumus ini didasarkan pada asumsi bahwa dalam tes obyektif ada kesempatan bagi siswa untuk menebak jawaban.
a. Untuk soal B-S yaitu :
S = Skor
∑B = Jumlah jawaban benar
∑S = Jumlah jawaban salah

b. Soal Pilihan Ganda :


S = Skor
∑B = Jumlah jawaban Benar
∑G = Jumlah jawaban salah
k = Jumlah kemungkinan jawaban

c. Menjodohkan :


S = Skor
∑B = Jumlah jawaban Benar
∑G = Jumlah jawaban salah
N = Jumlah soal

b) Dalam penyekoran tes subyektif / uraian dapat di pergunakan sistem bobot, maksudnya adalah bahwa soal yang mudah, sedang dan sukar, masig- masing di. beri bobot tertentu dalam penyekorannya. Misalnya, soal mudah diberi bobot 2, soal sedang diberi bobot 3, dan soal sukar diberi bobot 4

Thursday 27 January 2011

dinamika organisasi

manajemen pendidikan: manajemen pendidikan: dinamika organisasi: "manajemen pendidikan: dinamika organisasi: 'DINAMIKA ORGANISASI Manusia melakukan kegiatan dan bereaksi terhadap kegiatan orang lain dalam o..."

teori sistem

manajemen pendidikan: manajemen pendidikan: Teori Sistem: "manajemen pendidikan: Teori Sistem: '• Teori sistem dihubungkan dengan tujuan- tujuan keorganisasian dapat dirumuskan dengan menyatakan berb..."

manajemen pendidikan: Rencana Induk Pengembangan

manajemen pendidikan: Rencana Induk Pengembangan: "manajemen pendidikan: RIP: 'A. Pengertian Rencana Induk Pengembangan Rencana induk pengembangan ( RIP ) sekolah / madrasah adalah suatu pros..."

Tuesday 25 January 2011

perencanaan pendidikan

manajemen pendidikan: perencanaan pendidikan: "Jika saya menjadi kepala sekolah SD dengan rincian yaitu : • Jumlah guru berjumlah 6 orang • Peserta didik berjumlah 180 orang • Tenaga admi..."

Rencana Induk Pengembangan

manajemen pendidikan: RIP: "A. Pengertian Rencana Induk Pengembangan Rencana induk pengembangan ( RIP ) sekolah / madrasah adalah suatu proses untuk menyusun langkah- l..."

manajemen pendidikan: Teori Sistem

manajemen pendidikan: Teori Sistem: "• Teori sistem dihubungkan dengan tujuan- tujuan keorganisasian dapat dirumuskan dengan menyatakan berbagai asumsi yang berbeda dan prinsip-..."

manajemen pendidikan: dinamika organisasi

manajemen pendidikan: dinamika organisasi: "DINAMIKA ORGANISASI Manusia melakukan kegiatan dan bereaksi terhadap kegiatan orang lain dalam organisasi baik pimpinan atau sesama anggota,..."

proses masuknya islam ke Asia tenggara: RIP

RIP: "A. Pengertian Rencana Induk Pengembangan Rencana induk pengembangan ( RIP ) sekolah / madrasah adalah suatu proses untuk menyusun langkah- l..."

perencanaan pendidikan

Jika saya menjadi kepala sekolah SD dengan rincian yaitu :
• Jumlah guru berjumlah 6 orang
• Peserta didik berjumlah 180 orang
• Tenaga administrasi berjumlah 3 orang
• Petugas kebersihan berjumlah 2 orang
• Lokal belajar berjumlah 6 buah
• Kantor berjumlah 3 buah, dan
• Listrik yaitu 4200 watt

Sebut saja, sekolah yang akan saya pimpin bernama SDI Tunas Mekar. Dengan melihat indikator diatas, maka saya menyimpulkan bahwa sekolah yang saya akan pimpin adalah sekolah dengan input yang sedang berkembang dan tugas saya adalah mengembangkan sekolah ini sesuai dengan visi, misi, dan sasaran agar sekolah ini dapat menciptakan dan menghasilkan output yang berhasil dan dapat diterima di masyarakat, dengan perhitungan :
1) Jumlah guru yang berjumlah 6 orang maka saya akan membagi 6 guru tersebut dengan rincian masing- masing kelas mendapatkan satu guru sebagai wali kelas, yang mana seorang guru tersebut juga mengajarkan pelajaran.
2) Peserta didik yang berjumlah 180 orang maka saya akan membagi setiap kelas dengan rincian, yaitu :
a. Kelas I berjumlah : 30 orang
b. Kelas II berjumlah : 30 orang
c. Kelas III berjumlah : 30 orang
d. Kelas IV berjumlah : 30 orang
e. Kelas V berjumlah : 30 orang
f. Kelas VI berjumlah : 30 orang
3) Tenaga administrasi yang berjumlah 3, saya akan membaginya menjadi:
a. Kabag Tata Usaha
b. Wakil Kabag Tata Usaha
c. Bendahara

4) Petugas kebersihan yang berjumlah 2 orang, saya akan merinci dan membaginya karena menurut saya dengan adanya pembagian ini, saya mengharapkan petugas kebersihan ini akan dapat lebih focus dengan tugasnya sehingga nantinya menghasilkan pekerjaan yang memuaskan,yaitu kebersihan. Dengan jumlah 2 orang tersebut, saya akan membaginya menjadi :
a. Petugas kebersihan yang bertanggung jawab menangani kebersihan ruang kelas dari mulai kelas I sampai kelas VI, dan tangga sekolah.
b. Petugas kebersihan yang bertanggung jawab menangani kebersihan ruang kantor guru, lorong sekolah, taman, lapangan.
5) Lokal Lokal belajar berjumlah 6 buah sesuai dengan jenjang tingkatan di Sekolah Dasar yaitu mulai kelas I sampai kelas VI.
6) Kantor berjumlah 3 buah, dengan rincian :
a. Ruang dewan guru dan kepala sekolah yang disatukan dalam satu ruangan akan tetapi dipisahkan dengan pembatas.
b. Ruang tata usaha
c. Perpustakaan
Sesuai dengan mata kuliah manajemen perkantoran yang telah saya pelajari, maka saya akan merubah dan menerapkan apa yang saya dapatkan dari mata kuliah tersebut sesuai dengan imajinasi saya jika saya menjadi seorang kepala sekolah, dengan menggunakan sistem tata ruang terbuka dengan alasan yaitu :
1) Karena keterbatasan lahan
2) Adanya pengawasan yang dapat dilihat ketika para guru bekerja
3) Komunikasi dan arus kerja lancar

SD Tunas Bangsa menggunakan penataan ruang kantornya sebagai berikut:
 Meja-meja disusun menurut garis lurus dan menghadap ke jurusan yang sama.
 Pada tata ruang yang terbuka susunan meja-meja itu dapat terdiri atas beberapa baris.
 Diantara baris-baris meja disediakan lorong-lorong untuk keperluan lalu lintas guru yang biasanya berjarak 120 cm.
 Jarak antara satu meja dengan meja yang dimuka / dibelakng selebar 80 cm.
 Kepala sekolah ditempatkan dibelakang para pegawainya.
7) Listrik yaitu 4200 watt
Saya akan menggunakan model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dengan melibatkan semua warga sekolah ( guru, siswa, kepala sekolah, orangtua siswa, dan masyarakat ) untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional.
Dengan otonomi yang lebih besar dalam mengelola sekolah, maka sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolah sehingga sekolah lebih mandiri.Dengan kemandirian, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program- program yang ada dan tentu saja, lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki.
Demikian pula, pengambilan keputusan secara partisipatif dengan melibatkan semua warga sekolah ( guru, siswa, kepala sekolah, orangtua siswa, dan masyarakat ), maka rasa memiliki akan meningkat. Peningkatan rasa memiliki akan meningkatkan rasa tanggung jawab, dan peningkatan rasa tanggung jawab akan meningkatkan kepedulian warga sekolah terhadap sekolah.

A. BERDASARKAN ANALISIS SWOT YANG DIHADAPI DAN KEADAAN YANG DIINGINKAN PADA TAHUN 2010
 Analisis SWOT
Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Berhubung tingkat kesiapan fungsi ditentukan oleh tingkat kesiapan masing- masing faktor yang terlibat pada setiap fungsi, maka analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi, baik faktor yang internal maupun yang eksternal.Tingkat kesiapan harus memadai , artinya minimal memenuhi ukuran kesiapan yang diperlukan untuk mencapai sasaran, yang dinyatakan sebagai kekuatan, bagi faktor yang tergolong internal; peluang bagi faktor yang tergolong eksternal. Sedangkan kesiapan yang kurang memadai, artinya tidak memenuhi ukuran kesiapan dinyatakan bermakna : kelemahan , bagi faktor yang tergolong internal; dan ancaman bagi faktor yang tegolong eksternal.
Maka saya merinci tingkat kesiapan dari setiap fungsi itu melalui analisis SWOT sebagai berikut :
Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan
Siap Tidak
A. Fungsi Proses Belajar Mengajar ( PBM )
1. Faktor Internal
a. Pemberdayaan Siswa



a. Keragaman Metode Mengajar

b. Perilaku Siswa

a. Guru mampu memperdayakan siswa


b. Bervariasi

c. Disiplin dan tertib di dalam kelas

a. Guru cukup mampu memperdayakan siswa

b. Tidak banyak variasi

c. Kurang disiplin dan kurang tertib





V


V


V

Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan
Siap Tidak
2. Faktor Eksternal
a. Kesiapan Siswa menerima pelajaran


b. Dukungan orangtua dalam meningkatkan motivasi belajar siswa

c. Lingkungan sosial sekolah


d. Lingkungan fisik sosial

a. Siswa siap menerima pelajaran


b. Tinggi


c. Kondusif


d. Nyaman dan tenang

a. Umumnya kurang siap menerima pelajaran


b. Tinggi

c. Kurang kondusif



d. Nyaman dan tenang








V



V





V




V



Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan
Siap Tidak
B. Fungsi Pendukung PBM : Ketenagaan
1. Faktor Internal
a. Jumlah guru

b. Kualifikasi guru


c. Kesesuaian bidang studi dengan mata pelajaran guru
d. Jumlah beban mengajar guru


a. Memadai

b. Pendidikan guru minimal S1

c. 100 % sesuai


d. Rata – rata 20 JP


a. Guru tidak memadai

b. 90 % guru tamat S1

c. 70 % sesuai


d. Rata- rata 22 JP

V


V




V







V









Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan
Siap Tidak
2. Faktor Eksternal
a. Pengalaman mengajar guru


b. Kesiapan mengajar guru

c. Fasilitas pengembangan diri
a. Rata- rata pengalaman mengajar > 5 tahun

b. Memadai

c. Tersedia
a. Rata- rata pengalaman mengajar > 5 tahun

b. Memadai

c. Tersedia

V




V

V


















Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan
Siap Tidak
C. Fungsi Pendukung PBM : Sarana Prasarana
1. Faktor Internal
a. Buku setiap mata pelajaran

b. Jumlah buku penunjang


c. Jumlah rak lemari dan rak buku
d. Ruang perpustakaan

e. Pengelolaan perpustakaan
f. Dana pengembangan perpustakaan


a. Cukup dan lengkap

b. Cukup dan lengkap


c. Cukup

d. Luas, bersih, dan rapi

e. Ada dan mampu
f. Tersedia dan cukup


a. Cukup dan lengkap

b. Cukup dan lengkap


c. Cukup

d. Luas, bersih, dan rapi

e. Ada dan mampu
f. Tersedia dan cukup


V


V





V



V








V




Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan
Siap Tidak
2. Faktor Eksternal
a. Kesiapan dengan perpustakaan lain yang lengkap
e. Kesesuaian buku penunjang dengan potensi daerah dan perkembangan IPTEK

f. Dukungan orangtua dalam melengkapi perpustakaan
a. Mendukung

b. Tingkat kesesuaian tinggi


c. Ada kerjasama


V









V



V



Alternatif Langkah- Langkah Pemecahan Masalah
Berdasarkan pada hasil analisis yang telah dilakukan, maka selanjutnya untuk mengatasi kelemahan atau ancaman yang terdapat pada tabel diatas, dilakukan beberapa langkah sebagai alternatif untuk memecahkan persoalan, sebagai berikut:

a. Pengaktifan kegiatan sekolah
Berdasarkan pada hasil analisis, disebutkan bahwa jumlah guru cukup memadai, tetapi suasana belajar belum cukup kondusif akibat metode mengajar guru yang kurang bervariasi. Melalui manajemen sekolah diharapkan persoalan dapat diatasi, termasuk bagaimana mensiasati kurikulum yang padat dan mencari alternatif pembelajaran yang tepat serta menemukan berbagai variasi metode dalam mengajarkan setiap mata pelajaran yang diajarkan.
Kegiatan ini dibawah koordinasi wakil kepala sekolah dan untuk setiap mata pelajaran dipimpin oleh guru senior yang ditunjuk oleh kepala sekolah. Minimal bertemu satu kali perminggu guna menyusun strategi pengajaran dam mengatasi masalah yang muncul. Disamping itu , sekolah dapat mengundang ahli dari luar, baik ahli subtansi mata pelajaran unuk membantu guru dalam memahami materi yang masih dianggap sulit atau membantu memecahkan masalah yang muncul dikelas, maupun berbagai metode pengajaran untuk menemukan cara yang paling sesuai dalam memberikan materi mata pelajaran tertentu.
Sekolah juga menyusun dan mengevaluasi perkembangan kemajuan belajar ssekolah. Evaluasi kemajuan dilakukan secara berkala dan hasilnya digunakan untuk menyempurnakan rencana berikutnya. Kegiatan manajemen sekolah yang dilakukan dengan intensif, dapat dijadikan sebagai wahana pengembangan diri guru untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan guru serta menambah pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang diajarkan.
b. Peningkatkan disiplin siswa
Berdasarkan hasil analisis dinyatakan bahwa disiplin siswa sangat rendah, baik dalam mengikuti aturan dan tata tertib sekolah, maupun dalam mengikuti pelajaran dan mengakibatkan lingkungan sosial sekolah menjadi kurang kondusif. Diperlukan adanya peningkatan disiplin siswa untuk menciptakan iklim sekolah yang lebih kondusif dan dapat memotivasi siswa dalam belajar.
Sekolah membuat aturan-aturan yang harus ditaati, khususnya oleh siswa dan warga sekolah lainnya, termasuk guru, karyawan dan kepala sekolah . Aturan tersebut dapat melipti tata tertib waktu masuk dan pulang sekolah , kehadiran di sekolah dan di kelas serta mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung , dan tata tertib sekolah lainnya . Dengan meningkatnya disiplin siswa , diharapkan dapat meningkatkan efektifitas jam belajar sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan meningkatkan iklim belajar yang lebih kondusif untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik.
c. Pembentukan kelompok diskusi terbimbing
Kelompok diskusi terbimbing ini terbentuk untuk mengatasi siswa yang kurang persiapan untuk belajar di sekolah, Kegiatan ini, minimal 1 kali per minggu untuk setiap mata pelajaran di luar jam belajar sekolah. Pembentukan kelompok dilakukan oleh siswa dan dibimbing oleh guru. Dalam setiap kegiatan diskusi dapat dihadirkan nara sumber yang berasal dari guru, alumni , atau oraang lain yang di anggap ahli dalam mata pelajaran yang berkaitan dan bertempat tinggal di sekitar kelompok tersebut berada.
Adanya dukungan orangtua dalam meningkatkan motivasi belajar, memberikan peluang dan kesempatan melaksanakan kegiatan kelompok diskusi, yatu setiap kali pertemuan dapat menggunakan rumah anggota kelompok secara bergiliran. Setiap kelompok diskusi menunjuk pemimpin kelompok dan guru pembimbingnya.
Untuk keperluan pengembangan materi pada manajemen sekolah. Setiap guru pembimbing dapat menyampaikan hasil diskusi kelompok, sehingga terjadi saling tukar pengalaman dan saling membantu jika terjadi kesulitan , Kelompok diskusi terbimbing ini sebaiknya melibatkan guru BK, khususnya untuk meningkatkan motivasi siswa serta membimbing siswa untuk menghindari pengaruh pergaulan yang negatif.
d. Peningkatkan layanan perpustakaan dan pengadaan buku
Dari hasil analisis, ternyata sekolah masih memerlukan buku-buku bacaan wajib maupun penunjang untuk mendukung kegiatan belajar siswa. Pengadaan buku pustaka diarahkan untuk mendukung kegiatan guru mengajar, termasuk kegiatan MGMP sekolah dan mendukung kegiatan guru, pegangan guru dari sumber yang relavan. Sedangkan untuk mendukung belajar siswa, diadakan buku-buku yang diperlukan siswa untuk pendalaman materi UAN. Pengadaan buku-buku dimulai dari mengidentifikasi buku- buku yang dibutuhkan siswa oleh guru, dan mencatat buku- buku yang tidak ada .
Secara garis besar analisis lingkungan strategis SDI Tunas Mekar dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Kemampuan akademik peserta didik (input) memiliki standar akademik yang kurang baik
2) Status sosial ekonomi orang tuanya cukup mendukung
3) Pendidikan orang tuanya mulai SMa- S1
4) lingkungannya kurang kondusif karena berada dalam kompleks lingkungan yang dekat jalan
5) Tenaga pendidik dengan kualifikasi standar, yaitu berpendidikan S1 bahkan S2
6) tenaga kependidikan yang standar, yaitu minimal berpendidikan SMA atau sederajat;
7) MBS dilaksanakan secara profesional sejak tahun 2004
8) Memiliki sarana dan prasarana yang standar dan lengkap
9) Serta memiliki out-put lulusan yang dapat diterima pada jenjang pendidikan negeri dan ternama.
 Analisis Kondisi Pendidikan Masa Datang (5 Tahun Ke Depan)/ Keadaan Yang Dinginkan Pada Tahun 2011
Analisis Kondisi Pendidikan di Sekolah ini dalam kurun waktu 5 (lima) tahun yang akan datang, adalah sebagai berikut :

1. Pemerataan kesempatan
Dalam upaya pemerataan kesempatan belajar, diharapkan hal-hal berikut ini:
• Terjadinya kerjasanma yang produktif dan menguntungkan dengan pihak–pihak penyandang dana baik secara rutin, berkala maupun berkepanjangan
b. Terselanggaranya penggalangan partisipasi masyarakat melalui pemberdayaan komite sekolah di berbgai bidang secara optimal.
• Semua peserta didik yang berprestasi mendapat kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan di SDI Tunas Mekar 2,5 tahun.
• Terjadinya kerja sama yang efektif dan efisien dengan para Alumni dalam menciptakan harmonisasi hubungan dalam upaya penggalangan dana.
2. Kualitas dan Relevansi
Dalam upaya peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, diharapkan hal-hal berikut ini:
• Terwujudnya kondisi input peserta didik dengan Nilai Ujian Nasional ke SMP yang tinggi melalui sistem seleksi yang akuntable.
• Terdapat peningkatan jumlah tenaga pendidik dan kependidikan yang memiliki kompetensi, kualifikasi dan sertifikasi yang sesuai dengan bidangnya.
• Seluruh ruangan belajar didesain menjadi bernuansa mata pelajaran (ruangan belajar matematika, ruangan belajar, fisik, ruangan belajar biologi, ruangan belajar geografi, ruangan belajar ekonomi, ruangan belajar IPS).
• Terdapat peningkatan kualitas sarana dan prasarana pembelajaran (Perpustakaan, Laboratorium Matematika, Laboratorium IPS, Laboratorium Komputer, Laboratorium Bahasa, Ruangan Belajar dilengkapi LCD dan IT ) sesuai dengan kemajuan teknologi dan era globalisasi.
• Tercapainya kondisi rasio guru dengan siswa dan beban mengajar guru yang ideal dan stabil dari tahun ke tahun melalui rekrutmen guru baru di saat ada guru atau TU yang pensiun.
• Terciptanya kondisi pembelajaran yang kondusif, aman, nyaman, menyenangkan dan menantang.
• Pelaksanan kurikulum yang berbasis kompetensi sesuai dengan standar nasional pendidikan (SNP)
• Tersedianya perangkat pembelajaran secara lengkap, baik kalender pendidikan, pemetaan SK/KD, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran dan sebagainya yang dibutuhkan oleh tenaga guru.
• Terinovasinya pengelolan kelas dan pembelajaran, baik oleh guru mata pelajaran maupun wali kelas.
• Terlaksananya strategi pembelajaran dengan model dan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada semua mata pelajaran dan jenjang kelas.
• Tersiapkannya perangkat penilaian yang beragam dari semua mata pelajaran, untuk semua jenjang kelas.
• Teroperasionalkannya berbagai model penilaian, baik penilaian proses, blok, porto folio, remedial dan pengayaan, akhir semester maupun akhir satuan pendidikan.
• Terdokumentasikannya bank soal dari semua mata pelajaran, untuk semua jenjang kelas.
• Terselenggarakannya berbagai macam lomba, uji coba, olimpiade, dan sebagainya untuk meningkatkan prestasi peserta didik.
• Meningkatnya prestasi akademik maupun non akademik pada tiap tahunnya.
• Tersedianya jaringan internet untuk peserta didik dan penambahan jaringan komputernya dari tahun ke tahun.
• Terciptanya usaha – usaha sekolah untuk meningkatkan income generating activities, melalui pemberdayaan sarana sekolah, maupun menjalin kerja sama yang saling menguntungkan dengan pihak pengusaha.
• Terkelolanya unit – unit produksi / usaha – usaha kecil disekolah melalui optimalisasi fungsi Koperasi sekolah, Kantin sekolah, Wartel sekolah dengan melibatkan para siswa untuk memanfaatkan fasilitas secara optimal.
• Teroperasionalkannya kurikulum berbasis kecakapan hidup satuan pendidikan berbasis kompetensi melalui pembiasaan dan program pengembangan diri.
3. Efisiensi.
Dalam upaya peningkatan efisiensi pendidikan, diharapkan hal-hal berikut ini:
• Terwujudnya kondisi prosentase angka putus sekolah yang selalu nol persen (0%).
• Terwujudnya kondisi prosentasi angka tinggal kelas selalu nol persen (0%)
• Terwujudnya kesadaran, melanjutkan ke perguruan tinggi negeri dan perguruan sewasta hingga mencapai 100 %
• Tercapainya kondisi rasio yang ideal antara input dengan output siswa yang signifikan.
• Tercapainya kondisi rasio yang ideal antara kehadiran dan ketidakhadiran peserta didik dalam mengikuti pembelajaran dan kehadiran guru-guru dalam proses pembelajaran.
• Good Governance dan Pencitraan publik. Dalam upaya mewujudkan good governance dan pencitraan publik, diharapkan hal-hal berikut ini:
a. Melakukan koordinasi dan sinkronisasi program sekolah dalam perencanaan, implementasi, evaluasi dan tindaklanjut program.
b. Meningkatkan kapasitas institusi dan pelaksanaan program sekolah.
c. Mengedepankan pengelolaan pendidikan yang berpihak pada masyarakat.
d. Meningkatkan mutu manajemen dan data informasi pendidikan
e. Meningkatkan mutu pendidikan melalui program tahunan yang komperhensip dan terarah.
f. Meningkatkan efisiensi manajemen pendayagunaan sumberdaya pendidikan dan pengupayaan agar tenaga pendidikan dan kependidikan dapat melaksanakan tugas secara efektif dan efisien.
4. Kapasitas.
Dalam upaya peningkatan kapasitas pendidikan, diharapkan hal-hal berikut ini :
• Terdokumentasikannya pengembangan dan pendayagunaan sumberdaya manusia ( SDM ) sekolah dengan cara membuat uraian tugas pokok dan fungsi sebagai pedoman dalam melaksankan tugas-tugasnya.
• Terlaksannya kepemimpinan kapala sekolah yang bercirikan sebagai pemimpin (leader) yang transparantif dan profesional.
• Terciptanya jaringan kerja yang efisien dan efektif, baik secara vertikal maupun horisontal.
• Terlaksannya berbagai model pengembangan manajemen sekolah.
• Terdokumentasikannya berbagai laporan ke berbagai pihak, baik yang menyangkut bidang akademik maupun non akademik secara baik dan benar.
• Terdokumentasikannya Rencana Pengembangan Sekolah (RPS), baik lima tahunan maupun satu tahunan.
• Tersedianya struktur keorganisasian sekolah sesuai dengan kebutuhan, beserta uraian tugas pokok dan fungsinya sebagai pedoman kerja.
• Terlaksananya pembelajaran yang efisien dan efektif dengan dibuktikan oleh prestasi yang optimal dari kerja keras para guru dan para peserta didiknya.
• Terselenggarakannya Monitoring dan Evaluasi (Monev) terhadap kinerja sekolah pada umumnya untuk setiap 4 bulan sekali atau setiap bulan dalam setahunnya.
• Terselenggarakannya Monitoring dan evluasi terhadap guru dan karyawan pada setiap tahunnya minimal 2 kali .
• Terselenggarakannya supervisi klinis khususnya terhadap guru yang mengalami kesulitan.
• Terimplementasikannya Manajemen Berbasis Sekolah yang otonom, partisipatif, transparan, dan akuntable baik dalam perencanaan, pelaksanan, Monitoring, evaluasi, dan pelaporan dari semua program.
B. VISI, MISI, PROGRAM , SASARAN YANG INGIN DICAPAI PADA TAHUN 2011
VISI SEKOLAH
Visi : “ Menjadikan Sekolah Dasar Islam Tunas Mekar memiliki keunggulan kompetitif dibidang Imtaq dan Iptek yang berwawasan global”
Visi ini ditentukan dengan tujuan untuk jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Visi ini mewadahi seluruh kepentingan warga sekolah untuk mewujudkannya cita-cita yang harus dicapai warga sekolah, orang tua siswa dan masyarakat.


Visi tersebut mencerminkan profil dan cita-cita sekolah yang:
prilaku sesuai dengan norma Islam dalam pergaulan atau dalam kehidupan sehari-hari.
 berorientasi ke perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
 ingin mencapai kemajuan dan keunggulan yang kompetitif
 membangun semangat dan komitmen seluruh warga sekolah
 mendorong adanya perubahan yang lebih baik
 menentukan langkah-langkah strategis sekolah
Adapun indikator untuk mencapai visi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Ungggul dalam pengembangan IMTAQUnggul dalam pengembangan kurikulum
2) Ungggul dalam proses pembelajaran
3) Ungggul dalam pelayanan individual
4) Ungggul dalam sarana prasarana pendidikan
5) Ungggul dalam media pembelajaran
6) Ungggul dalam SDM pendidikan
7) Ungggul dalam kelembagaan sekolah
8) Ungggul dalam manajemen sekolah
9) Ungggul dalam penggalangan pembiayaan pendidikan
10) Ungggul dalam prestasi akademik
11) Ungggul dalam prestasi non-akademik, dan

Untuk mencapai visi tersebut, perlu dilakukan suatu misi berupa kegiatan jangka panjang, menegah dan pendek dengan arah yang jelas. Berikut ini merupakan misi yang dirumuskan berdasarkan visi di atas.
Misi :SDI Tunas Mekar , memiliki misi sebagai berikut:
1) Mengintegrasikan seluruh materi pembelajaran dengan Ayat-ayat Alquran dan Alhadits guna membina prilaku ke-Islaman dalam kehidupan sehari-hari;
2) Melaksanakan kurikulum berdiferensiasi yang beroriantasi kepada kompetensi setiap peserta didik (student Centre);
3) Mendesain seluruh proses pembelajaran berbasis pada teknologi, IT dan ICT;
4) Melaksanakan kurikulum khusus penuntasan belajar melalui program matrikulasi, pengayaan materi pembelajaran dan klinik pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar;
5) Dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, kami selalu menumbuhkan disiplin sesuai aturan bidang kerja masing-masing, saling menghormati dan saling percaya serta tetap menjaga hubungan kerja yang harmonis dengan berdasarkan pelayanan prima, kerjasama, dan shilaturrahim. Penjabaran misi di atas meliputi:
 Melaksanakan proses pembelajaran yang mengterintegrasikan Alquran & Alhadits dengan seluruh materi pembelajaran dengan tujuan membentuk kepribadian peserta didik dengan nilai-nilai ke-Islaman;
 Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan siswa dan mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan peserta didik dan dibimbing oleh guru (satu guru satu kelompok) sehingga setiap peserta didik berkembang secara optimal, sesuai dengan bakat dan potensi yang dimiliki;
 Mendesain seluruh proses pembelajaran berbasis kepada teknologi yang berhubungan dengan materi pembelajaran dan mendesain kelas bernuansa mata pelajaran yang ditunjang dengan IT/ICT;
 Menganalisis kemampuan peserta didik sebelum proses pembelajaran dimulai, jika peserta didik belum dapat mengikuti proses pembelajaran berdasarkan standar isi, peserta didik wajib mengikuti program matrikulasi, pengayaan materi dan klinik penuntasan pembelajaran;

TUJUAN SEKOLAH DALAM 4 TAHUN
Tujuan SD Tunas Mekar dalam 5 tahun ke depan (tahun pelajaran 2010/2011 s.d. 2015/2016) adalah :
 Menghasilkan pencapaian standar kompetensi kelulusan meliputi: pengembangan program SKL, perluasan dan pendalaman cakupan SKL nasional, dan dokumen SKL yang lengkap.
 Menghasilkan pencapaian standar isi (kurikulum) meliputi: program-program pengembangan kurikulum nasional, penyusunan SK, KD, Silabus, RPP, dan Indikator – indikatornya.
 Menghasilkan pencapaian standar proses pembelajaran meliputi: model atau metode pembelajaran dan strategi pembelajaran berbasis ICT serta proses pembelajaran inovatif dan bermakna.
 Menghasilkan pencapaian standar pendidik dan kependidikan meliputi: SDM yang kompeten dan berkualifikasi pendidik serta jumlahnya yang sesuai tuntutan.
 Menghasilkan pencapaian standar sarana dan prasarana meliputi: pengembangan fasilitas sekolah berstandar nasional, terpenuhinya fasilitas pokok dan fasilitas pendukung berstandar nasional
 Menghasilkan pencapaian standar pengelolaan meliputi: model-model manajemen sesuai MBS.
 Menghasilkan pencapaian standar pembiayaan meliputi: sumber-sumber pembiayaan penyelenggaraan pendidikan dan penggalangan dana berstandar nasional per-anak per-tahun.
 Menghasilkan pencapaian standar penilaian meliputi: standar penilaian dalam berbagai bidang pelajaran, model penilaian sesuai tuntutan kurikulum dan dokumen penilaian berstandar nasional.
PROGRAM STRATEGIS
Program strategis SD Tunas Mekar dalam 5 tahun ke depan (tahun pelajaran 2006/2007 s.d. 2011/201) adalah :
1) Peningkatan dan pengembangan standar kompetensi kelulusan meliputi: pengembangan program SKL, perluasan dan pendalaman cakupan SKL nasional, perluasan dan pendalaman cakupan diterima di SMP Negeri 10 % setiap tahun;
2) Mengembangkan kurikulum (standar isi) berdiferensiasi yang beroriantasi kepada kompetensi setiap peserta didik (student Centre), peserta didik yang mempunyai kemampuan kognetif kurang cepat dibimbing sampai mencapai standar isi dan peserta didik yang mempunyai kemampuan kognetif lebih cepat diberikan akselarasi pebelajaran dengan harapan lulusan sekolah dapat bersaing dengan SD- SD terbaik di Indonesia;
3) Mengembangkan kemampuan akademik setiap peserta didik melalui desain-desai proses pembelajaran berbasis pada teknologi, dan mendesain program pengembangan pembelajaran melalui media IT(teknologi komputer) dan dan internet (ICT);
4) Peningkatan dan pengembangan standar pendidik dan kependidikan meliputi: SDM yang kompeten dan berkualifikasi pendidik serta jumlahnya yang sesuai standar.
5) Peningkatan dan pengembangan standar sarana dan prasarana meliputi: pengembangan fasilitas sekolah berstandar nasional, terpenuhinya fasilitas pokok dan fasilitas pendukung berstandar nasional.
6) Peningkatan dan pengembangan standar pengelolaan meliputi: model-model manajemen sesuai MBS.
7) Peningkatan dan pengembangan standar pembiayaan meliputi: sumber-sumber pembiayaan penyelenggaraan pendidikan dan penggalangan dana berstandar nasional per-anak per-tahun.
8) Peningkatan dan pengembangan standar penilaian meliputi: standar penilaian dalam berbagai bidang pelajaran, model penilaian sesuai tuntutan.
C. KEGIATAN DAN BIAYA YANG DIPERLUKAN
1. PROGRAM SEKOLAH
- Kesiswaan
• Ekstra kurikuler dan pengembangan diri Rp 5.000.000
• Pengembangan bakat dan minat siswa Rp 500.000
- Kuriulukum dan Pembelajaran
• Penyusunan KTSP Rp 500.000
• Pengembangan evaluasi Rp 200.000
• Evaluasi pembelajaran Rp 10.240.000
- Pendidik dan tenaga pendidik
• Pengembangan bahan ajar Rp 2. 500.000
- Sarana dan prasarana
• Pengadaan buku koleksi perpustakaan Rp 500.000
• Perawatan sarana prasrana Rp 1.000.000
2. NON PROGRAM SEKOLAH
- Gaji guru , pendidik, dan karyawan Rp 21. 360.000
- Alat tulis kantor Rp 2.500.000
- Alat habis pakai Rp 1.500.000
- Bahan habis pakai Rp 1.500.000
- Langganan daya dan jasa Rp 2.000.000
- Konsumsi harian Rp 2.400.000
- Transportasi perjalanan dinas Rp 500.000
- Biaya rapat Rp 500.000

JUMLAH Rp 52. 900.000
3. Pendapatan
- Bantuan Operasional Sekolah Rp 52.900.000
- Infaq Rp 3.000.000
- UNAS Rp 11.200.000
- PMB Rp 5.000.000

JUMLAH RP 72.100.000
SALDO RP 19.200.000

pendekatan dalam studi Islam

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, pendekatan adalah “1). Proses perbuatan, cara mendekati, 2). Usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti; metode- metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian.Dalam bahasa Inggris, pendekatan diistilahkan dengan:“ approach” dan dalam bahasa Arab disebut dengan “ madkhal ”.
Secara terminology, Mulyanto Sumardi menyatakan, bahwa pendekatan selalu terkait dengan tujuan, metode, dan tekhnik. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
B. Pendekatan – pendekatan dalam Studi Islam
Untuk lebih jelas berbagai pendekatan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Pendekatan Antropologis
Dilihat dari definisi, antropologi adalah ilmu yang mengkaji manusia dari aspek cara melakukan aktivitas kebudayaannya.
Pendekatan antropologi dalam memahami agama berangkat dari proposisi bahwa agama tidak berdiri sendiri. Ia selalu berhubungan erat dengan pemeluknya. Karena Setiap pemeluk agama memiliki sistem budaya dan kultur masing-masing. Melalui pendekatan ini, agama tampak akrab dan dekat dengan masalah- masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan pemecahan masalahnya.
Islam sebagai agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW sampai saatnya kini telah melalui berbagai dimensi budaya dan adat istiadat. Masing-masing negeri memiliki corak budayanya masing-masing dalam mengekspresikan budayanya.
Nilai- nilai keagamaan akan terwujud dalam kehidupan masyarakat. Seperti mengenai agama abangan, priyayi, dan santri adalah kajian mengenai keyakinan- keyakinan agama dalam kehidupan masyarakat Jawa sesuai dengan konteks lingkungan hidup dan kebudayaan masing- masing.
2. Pendekatan Sosiologis
Memahami agama islam dengan pendekatan sosiologi terkait erat dengan bagaimana implikasi, aplikasi dan dampak ajaran agama dalam tata kehidupan yang nyata, baik dalam skala individual, keluarga , kelompok, komunitas maupun bangsa dan negara. Sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan, banyak bidang kajian agama yang dapat di pahami jika menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi ( karena ajaran agama banyak sekali berkaitan dengan masalah sosial ). Misalnya, bagaimana pengaruh ajaran agama terhadap nilai-nilai luhur, tradisi, kebiasaan-kebiasaan dalam suatu bangsa dan sebagainya. Bagaimana kerjasama antara umat beragama , seberapa jauh ajaran agama mendasari dan menjiwai serta memberikan pedoman dalam kehidupan keseharian umatnya, bagaimana interaksi antara ajaran agama dan ajaran yang bersumber nonagama dan seterusnya. Demikian juga persoalan keterkaiatan antara ajaran agama dengan struktur sosial budaya,kekuasaan, pemerintah,politik, ekonomi dan sebagainya.
Implementasi pengamalan agama antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan juga menjadi hal yang menarik diteliti dari sudut sosiologi. Hubungan sosial masyarakat pedesaan sangat harmonis dan akrab. Namun diperkotaan, suasana seperti ini jarang ditemui.
3. Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah. Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu. Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat , atau hikmah di balik sesuatu yang berada di luar objek.
Berpikir filosofis, dapat di gunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah atau hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami.Pendekatan filosofis yang demikain itu sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Misalnya dalam buku berjudul Hikmah Al- Tasyri’ wa Falsafatuhu yang ditulis oleh Muhammad Al- Jurawi. Dalam buku tersebut Al- Jurawi berupaya mengungkapkan hikmah yang terdapat dalam ajaran- ajaran agama Islam. Contoh : Ajaran agama misalnya mengajarkan agar melaksanakan shalat berjamaah. Tujuannya antara lain adalah agar seseorang mersakan hikmah hidup secara berdampingan dengan orang lain.
4. Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya di bahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut.
Pendekatan sejarah dalam memahami agama bertolak dari prinsip bahwa agama memiliki perjalanan sejak ia dilahirkan sampai perkembangannya hingga sekarang. Dalam pejalanan sejarah ada agama yang bertahan sampai saat ini namun ada juga yang hilang ditelan sejarah.
Pendekatan sejarah dalam memahami agama dapat membuktikan apakah agama itu masih tetap pada orientasinya seperti ketika ia baru muncul atau sudah bergeser jauh dari prinsip-prinsip utamanya. Bila hal itu dihubungkan dengan agama islam maka ia dapat dimasukan pada kategori agama yang bertahan konsisten dengan ajaran seperti pada masa awalnya.
Ditinjau dari segi nama agama, kita dapat melihat perbedaan. Islam adalah nama agama yang langsung diberikan tuhan dan disebutkan dalam firmanNya:

Dalam al-Quran surat al-Maidah ayat 2.
                             •                      •   •    
2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], dan binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[393] dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Nabi sebagai pembawa agama dapat didefinisikan dari sejarahnya. Sejarah pembawa agama islam yakni Nabi Muhammad memiliki catatan paling jelas dan diakui keorisinalnya oleh para ahli baik dari kalangan muslim itu sendiri maupun dari non muslim.
Kitab suci al-Quran dibawa Muhammad keontentikannya dapat ditelusuri dari sejarah. Pada saat Nabi Muhammad hidup setiap wahyu yang diterima langsung ditulis oleh para sahabatnya yang terdekat yaitu Zaid bin Tsabit dimedia tulis yang sangat sederhana. Setelah nabi wafat, para penerusnya mengumpulkan dan mengandakan kedalam buku (mushaf) .
5. Pendekatan Psikologis
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala prilaku. Menurut Zakiah Daradjat, prilaku seseorang yang tampak secara lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada kedua orangtua, menutup aurat,dan sebaginya merupakan gejala- gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama, sebagaimana yang telah dikemukakan Zakiah, tidak akan mempersoalkan benar – tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut memiliki pengaruh dalam prilaku penganutnya. Dalam ajaran agama kita, akan kita jumpa seseorang yang menggambarkan sikap batin seseorang. Misalnya beriman kepada Allah, sebagai orang yang salaeh, orang yang berbuat baik, dll. Semua itu adalah gejala- gejala kejiwaan yang berkaitan dengan agama.










BAB III
Kesimpulan
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, pendekatan adalah “1). Proses perbuatan, cara mendekati, 2). Usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti; metode- metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian.Dalam bahasa Inggris, pendekatan diistilahkan dengan:“ approach” dan dalam bahasa Arab disebut dengan “ madkhal ”.
Dilihat dari definisi, antropologi adalah ilmu yang mengkaji manusia dari aspek cara melakukan aktivitas kebudayaannya. Pendekatan antropologi dalam memahami agama berangkat dari proposisi bahwa agama tidak berdiri sendiri. Ia selalu berhubungan erat dengan pemeluknya.
Memahami agama islam dengan pendekatan sosiologi terkait erat dengan bagaimana implikasi, aplikasi dan dampak ajaran agama dalam tata kehidupan yang nyata, baik dalam skala individual, keluarga , kelompok, komunitas maupun bangsa dan negara.
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah. Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu. Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat , atau hikmah di balik sesuatu yang berada di luar objek.
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya di bahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut.
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala prilaku. Menurut Zakiah Daradjat, prilaku seseorang yang tampak secara lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya



DAFTAR PUSTAKA

Armai Arief, M.A, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, ( Jakarta : Ciputat Press 2002)
Drs. U. Maman kh.,M.Si, Dkk, Metodologi Penelitian Agama, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2006 ).
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A, Metodologi Studi Islam ( Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada , 2004 ).
Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam, ( Bogor : Granada Sarana Pustaka, 2005 )

biografi intelektual muslim

BAB II
PEMBAHASAN

A.Riwayat Hidup dan Kondisi Sosio-Kultural Mesir

Hassan hanafi adalah Guru Besar pada fakultas Filsafat Universitas Kairo. Ia lahir pada 13 Februari 1935 di Kairo, di dekat Benteng Salahuddin, daerah perkampungan Al-Azhar. Kota ini merupakan tempat bertemunya para mahasiswa muslim dari seluruh dunia yang ingin belajar, terutama di Universitas Al-Azhar. Meskipun lingkungan sosialnya dapat dikatakan tidak terlalu mendukung, tradisi keilmuan berkembang di sana sejak lama. Secara historis dan kultural, kota Mesir memang telah dipengaruhi peradaban-peradaban besar sejak masa Fir’aun, Romawi, Bizantium, Arab, Mamluk dan Turki, bahkan sampai dengan Eropa modern[ ].Hal ini menunjukkan bahwa Mesir, terutama kota Kairo, mempunyai arti penting bagi perkembangan awal tradisi keilmuan Hassan Hanafi
Pada masa hidup Hanafi, Mesir mengalami berbagai transformasi besar. Saat Ia dilahirkan pada tahun 1935, Angkatan Bersenjata Inggris memiliki arti penting di negara itu. Selama masa kecilnya, pengalaman Perang Dunia II membentuk semangat Nasionalisme Mesir. Mesir merupakan pusat militer utama bagi usaha perang kelompok AS, dan Angkatan Bersenjata Inggris serta Amerika terlihat hampir di seluruh aspek kehidupan warga Mesir kota. Masuknya Jerman di Afrika Utara mengakibatkan perang di Mesir pada tahun 1942 dan membangkitkan harapan bagi sejumlah pemuda Mesir bahwa bangsa Inggris pada akhirnya dapat terusir.
Setelah perang dunia II, Mesir menghadapi dua masalah utama. Pertama, berkembangnya semangat nasionalis yang menggabungkan tema oposisi nasionalis Mesir yang menentang pendudukan Inggris dengan antusiasme Pan- Arab baru yang muncul. Pada tahun 1947- 1948 , fokus utama paham nasionalis Mesir- Arab baru ini adalah pembentukkan Negara Israel.


Mesir berperan dalam perang Arab melawan negara baru, dan kekalahan pada konflik ini menimbulkan masalah besar kedua pada pasca perang di Mesir, yaitu meningkatkan korupsi dan ketidakmampuan elit politik serta kompetensi negara yang mereka jalankan. Disamping dinamisasi peningkatan nasionalisme terdapat perkembangan perasaan bahwa revolusi perlu dilakukan. Nasionalisme dan revolusi menjadi tema utama pada akhir tahun 1950-an.
Ketika masih duduk di bangku SMA, tepatnya pada tahun 1951, Hanafi menyaksikan sendiri bagaimana tentara Inggris membantai para syuhada di Terusan Suez. Bersama-sama dengan para mahasiswa ia mengabdikan diri untuk membantu gerakan revolusi yang telah dimulai pada akhir tahun 1940 an hingga revolusi itu meletus pada tahun 1952. Mengejutkan sekali, ketika” revolusi” benar- benar terjadi pada tahun 1952, revolusi itu dipimpin oleh seorang anggota militer muda. Sejumlah pemimpin- pemimpin ini adalah komunis, dan yang lainnya telah tergabung dengan brotherhood, tetapi aspirasi utama dari anggota kepemimpinan bukanlah komunis dan juga bukan Islam. Ideologi dan program yang muncul dari rezim revolusioner baru tersebut mengkombinasikan Pan – Arabisme dan paham sosialis radikal gaya- gaya baru yang muncul di Dunia ketiga pada tahun 1950-an. Sosok utama dari pergerakan “ Sosialisme Arab ” di Mesir adalah Jamal Abd. Al- Nasir ( “ Nasser ”) yang merupakan jantung kelompok pegawai- pegawai muda mulai awal dan presiden Republik Revolusioner baru pada tahun 1956, memimpin Mesir sampai meninggal dunia pada tahun 1970. Atas saran anggota-anggota Pemuda Muslimin, pada tahun ini ini pula ia tertarik untuk memasuki organisasi Ikhwanul Muslimin ( brotherhood).
Akan tetapi, di tubuh Ikhwan pun terjadi perdebatan yang sama dengan apa yang terjadi di Pemuda Muslimin. Kemudian Hanafi kembali disarankan oleh para anggota Ikhwanu untuk bergabung dalam organisasi Mesir Muda. Ternyata keadaan di dalam tubuh Mesir Muda sama dengan kedua organisasi sebelumnya. Hal ini mengakibatkan ketidakpuasan Hanafi atas cara ber¬pikir kalangan muda Islam yang terkotak kotak. Kekecewaan ini menyebabkan ia memutuskan beralih konsentrasi untuk mendalami pemikiran-pemikiran keagamaan, revolusi, dan perubahan sosial.


Ini juga yang menyebabkan ia lebih tertarik pada pemikiran-pemikiran Sayyid Qutb, seperti tentang prinsip-prinsip” Keadilan Sosial dalam Islam”.[ ]
Sejak tahun 1952 sampai dengan 1956 Hanafi belajar di Universitas Cairo untuk mendalami bidang filsafat. Di dalam periode ini ia merasakan situasi yang paling buruk di Mesir. Pada tahun 1954 misalnya, terjadi pertentangan keras antara Ikhwan dengan gerakan revolusi. Hanafi berada pada pihak Muhammad Najib yang berhadapan dengan Nasser, karena baginya Najib memiliki komitmen dan visi keislaman yang jelas.
Kejadian kejadian yang ia alami pada masa ini, terutama yang ia hadapi di kampus, membuatnya bangkit menjadi seorang pemikir, pembaharu, dan reformis. Keprihatinan yang muncul saat itu adalah mengapa umat Islam selalu dapat dikalahkan dan konflik internal terus terjadi.
Kejadian besar yang membentuk berbagai aspek kehidupan politik di dunia Arab pada tahun 1960- an adalah perang 6 hari pada tahun 1967. Seperti halnya anak- anak lain pada generasinya, Hanafi mengalami suatu pendalaman intelektual dan pengkajian kembali berbagai ideologi. Bagi Mesir, kekalahan yang diikuti meninggalnya Nasser pada tahun 1970,membawa ke arah kepemimpinan yang secara konseptual kurang ideologis dan lebih bersifat “pragmatis’’ yaitu di bawah kepemimpinan Sadat. Akan tetapi, kekalahan Mesir dalam perang melawan Israel tahun 1967 telah mengubah niatnya itu. la kemudian ikut serta dengan rakyat berjuang dan membangun kembali semangat nasionalisme mereka. Pada sisi lain, untuk menunjang perjuangannya itu, Hanafi juga mulai memanfaatkan pengetahuan-pengetahuan akademis yang telah ia peroleh dengan memanfaatkan media massa sebagai corong perjuangannya. Ia menulis banyak artikel untuk menangggapi masalah masalah aktual dan melacak faktor kelemahan umat Islam yang diinspirasi dari ide- ide sayyid Qutb dan yang lainnya seperti dia.


Kepergiannya ke Amerika, sesungguh¬nya berawal dari adanya keberatan pemerintah terhadap aktivitasnya di Mesir, sehingga ia diberikan dua pilihan apakah ia akan tetap meneruskan aktivitas¬nya itu atau pergi ke Amerika Serikat.
Pada kenyataannya, aktivitasnya yang baru di Amerika memberinya kesempatan untuk banyak menulis tentang dialog antaragama dengan revolusi. Baru setelah kembali dari Amerika ia mulai menulis tentang pembaru¬an pemikiran Islam. la kemudian memulai penulisan buku Al Turats wa al-Tajdid. Karya ini, saat itu, belum sempat ia selesaikan karena ia dihadapkan pada gerakan anti pemerintah Anwar Sadat yang pro-Barat dan “berkolaborasi” dengan Israel. L.Pragmatisme Sadat menghasilkan perjanjian damai dengan Israel, dan munculnya ekstrimis- ekstrimis Islam merespon ancaman tersebut, yang berakibat pembunuhan terhadap Sadat terpaksa harus terlibat untuk membantu menjernihkan situasi melalui tulisan tulisannya yang berlangsung antara tahun 1976 hingga 1981. Tetapi, krisis pembunuhan terhadap Sadat ( presiden ) tidak berpengaruh terhadap revolusi Islam ekstrimis utama atau serangan balasan sekuler yang signifikan. Bahkan arus politik di Mesir menjadi lebih berorientasi Islam , dengan gerakan utama mengarah pada Islamisasi undang- undang dan Islamisasi yang signfikan terhadap berbagai ilmu atau kehidupan masyarakat.
Pada tahun 1990-an banyak bintang televisi terkenal dan yang berpengaruh yang berkependidikan Islam konservatif menyampaikan pesan- pesan , yang jika disampaikan pada tahun 1960-an di Mesir, akan membuat penyampainya di penjara, atau mungkin di bunuh ( dieksekusi ). Orang- orang tertua dalam muslim brotherhood, seperti Muhammad al- Ghazali memainkan peran yang lebih penting dalam kehidupan politik bangsa Mesir, sedangkan kepemimpinan intelektual sekuleris dibatasi dan sering diancam dengan kekerasan oleh para Islamis militan.
Misi dan perspektif umum Hassan Hanafi terlihat konsisten selama paruh ke abad- 20. Namun demikian, perubahan dramatis dalam konteks politik dan kehidupan intelektual Mesir menantang pekerjaannya dengan cara- cara yang berbeda. Pada awal kehidupannya, sebagai seorang mahasiswa, dan seorang intelektual muda, ia melihat tantangan yang berasal dari komunis, dan kemudian dari sekuler kiri.

Maka, dari pengalaman hidup yang ia peroleh sejak masih remaja membuat ia memiliki perhatian yang begitu besar terhadap persoalan umat Islam. Karena itu, meskipun tidak secara sepenuhnya mengabdikan diri untuk sebuah pergerakan tertentu, ia pun banyak terlibat langsung dalam kegiatan kegiatan pergerakan-pergerakan yang ada di Mesir.
Sedangkan pengalamannya dalam bidang akademis dan intelek¬tual, baik secara formal maupun tidak, dan pertemuan¬nya dengan para pemikir besar dunia semakin mempertajam analisis dan pemikirannya sehingga mendorong hasratnya untuk terus menulis dan mengembangkan pemikiran-pemikiran baru untuk membantu menyelesaikan persoalan persoalan besar umat Islam.

B. Perkembangan Pemikiran dan Karya Karya Hassan Hanafi
Hassan Hanafi menulis sebuah catatan autobiografis yang memberikan suatu pengenalan yang jelas lebih baik untuk kehidupannya maupun untuk persepsinya sendiri mengenai misi pribadi. Di dalam autobiografinya ini, hidupnya ditandai dengan serangkaian perkembangan kesadaran. Masing- masing priode dalam hidupnya bertepatan dengan suatu era besar dalam sejarah Mesir kontemporer. Meskipun kesadaran tersebut bersifat global, definisi diri dalam autobiografinya tetap berkaitan erat pada akar bangsa Mesir. Autobiografi ini juga menyebutkan secara tidak langsung keluarganya dan kehidupan keluarganya di Mesir, tetapi bidang aktivitas utama di dalam catatan ini adalah partisipasi Hanafi di dalam kelompok nasional, bukan kehidupan di dalam keluarganya.
Kesadaran pertama yang diidentifikasikan oleh Hanafi adalah perkembangan sebuah “ Kesadaran Nasional” pada waktu itu dia masih di Sekolah Dasar. Masa kecilnya yang mengalami Perang Dunia II , termasuk meninggalkan Kairo, untuk mengungsi dan menyelamatkan diri dari serangan pemboman Jerman, menimbulkan sebuah kesadaran bahwa Mesir sebagai tanah air yang sedang di serang- tetapi musuh yang sebenarnya bukanlah Jerman, melainkan Inggris yang tentaranya telah menduduki Mesir pada tahun 1882. Pada tahun- tahun setelah perang, siswa- siswa Mesir di semua kalangan dan tingkat merupakan sebuah elemen penting dalam perkembangan demonstrasi nasionalis.
Bagi Hanafi, “awal kesadaran nasional yang sebenarnya” terjadi pada tahun 1948 dengan pembentukan Negara Israel serta pecahnya perang di Palestina[ ].
Pada tahun 1950-an, nasionalis Hassan berkembang kearah yang lebih Islami. Ketika negara menuju kudeta yang membuat anggota militer muda berkuasa pada tahun 1952, Hanafi bergabung dalam brotherhood dan memasuki apa yang disebut “ Awal Kesadaran Agama”. Secara khusus dia aktif sebagai Muslim Brother pada saat dia belum lulus dari Universitas Kairo.Dia berpartisipasi dan aktif dalam politik mahasiswa di awal masa era revolusioner baru. Dia sangat menentang komunis yang menurutnya “ Dianggap korup dan menyimpang dari jalur yang benar, aneh, asing, memiliki kecenderungan yang jauh dari kebenaran, serta tidak bermoral.[ ]
Pemikiran dan visi Hanafi mengenai apa yang diperlukan mencapai dimensi Islam yang jelas pada tahun- tahun ini. Posisi politisnya merefleksi muslim brotherhood. Di berperan dalam demonstrasi- demonstrasi menentang persetujuan 1954 dengan Inggris Raya yang mengatur evakuasi tentara Inggris, yang diijinkan kembali pada saat perang. Tetapi, setelah nasionalisasi Terusan Suez pada 1956, dia merasa mampu mendukung pemerintah sebagai seorang pemimpin diantara pergerakan- pergerakan liberal. Penindasan- penindasan terhadap brotherhood yang dilakukan oleh pemerintahan Nasser pada pertengahan tahun 1956 –an menimbulkan berbagai kesulitan. Hanafi mengatakan “aktivitasnya dibatasi hanya untuk mengumpulkan kontribusi bagi keluarga- keluarga ” dari brother yang dipenjara dan dia” tidak berperan dalam berbagai aktivitas rahasia, karena hal tersebut bertentangan dengan sifat saya”.
Namun demikian, perkembangan intelektual, pengalaman Hanafi di brotherhood sangatlah bermakna. Melalui brotherhood inilah dia mengenal penulis- penulis Pergerakan Kontemporer dalam Islam.

Dia Mengakui bahwa tulisan- tulisan pemimpin brotherhood seperti Hasan al- Banna, sayyid Qutb, dan Muhammad al-Ghazali banyak memberinya inspirasi. Dengan membaca karaya- karya mereka, Hanafi memiliki rasa yang kuat terhadap kebangkitan Islam dan misi pribadi.
Untuk memudahkan uraian pada bagian ini, kita dapat mengklasifikasikan karya karya Hanafi dalam tiga periode seperti halnya yang dilakukan oleh beberapa penulis yang telah lebih dulu mengkaji pemikiran tokoh ini: Periode pertama berlangsung pada tahun tahun 1960 an; periode kedua pada tahun tahun 1970 an, dan periode ketiga dari tahun tahun 1980 an sampai dengan 1990 an.
Pada awal dasawarsa 1960 an pemikiran Hanafi dipengaruhi oleh faham faham dominan yang ber¬kembang di Mesir, yaitu nasionalistik sosialistik po-pulistik yang juga dirumuskan sebagai ideologi Pan Arabisme, dan oleh situasi nasional yang kurang menguntungkan setelah kekalahan Mesir dalam perang melawan Israel pada tahun 1967. Pada awal dasawarsa ini pula (1956 1966), sebagaimana telah dikemukakan, Hanafi sedang berada dalam masa-masa belajar di Perancis. Di Perancis inilah, Hanafi lebih banyak lagi menekuni bidang bidang filsafat dan ilmu sosial dalam kaitannya dengan hasrat dan usahanya untuk melakukan rekonstruksi pemikiran Islam.
Untuk tujuan rekonstruksi itu, selama berada di Perancis ia mengadakan penelitian tentang, terutama, metode interpretasi sebagai upaya pembaharuan bidang ushul fikih (teori hukum Islam, Islamic legal the¬ory) dan tentang fenomenologi sebagai metode untuk memahami agama dalam konteks realitas kontempo¬rer. Penelitian itu sekaligus merupakan upayanya un¬tuk meraih gelar doktor pada Universitas Sorbonne (Perancis), dan ia berhasil menulis disertasi yang berjudul Essai sur la Methode d' Exegese (Esai tentang Metode Penafsiran). Karya setebal 900 halaman itu memperoleh penghargaan sebagai karya ilmiah terbaik di Mesir pada tahun 1961. Dalam karyanya itu jelas Hanafi berupaya menghadapkan ilmu ushul fikih pada mazhab filsafat fenomenologi Edmund Husserl.



Pada fase awal pemikirannya itu, tulisan tulisan Hanafi masih bersifat ilmiah murni. Baru pada akhir dasawarsa itu ia mulai berbicara tentang keharusan Islam untuk mengembangkan wawasan kehidupan yang progresif dan berdimensi pembebasan (taharrur, liberation). Ia mensyaratkan fungsi pembebasan jika memang itu yang diinginkan Islam agar dapat membawa masyarakat pada kebebasan dan keadilan, khususnya keadilan sosial, sebagai ukuran utamanya.
Struktur yang populistik adalah manifestasi kehidupannya dan kebulatan kerangka pemikiran sebagai resep utamanya, Hanafi sampai pada kesimpulan bahwa Islam sebaiknya berfungsi orientatif bagi ideologi populistikyang ada.
Pada akhir periode ini, dan berlanjut hingga awal periode 1970 an, Hanafi juga memberikan perhatian uta¬manya untuk mencari penyebab kekalahan umat Islam dalam perang melawan Israel tahun 1967. Oleh karena itu, tulisan tulisannya lebih bersifat populis. Di awal peri¬ode 1970 an, ia banyak menulis artikel di berbagai media massa, seperti Al Katib, Al-Adab, Al Fikr al-Mu’ashir, dan Mimbar Al Islam. Pada tahun 1976, tulisan tulisan itu diterbitkan sebagai sebuah buku dengan judul Qadhaya Mu’ashirat fi Fikrina al-Mu’ashir.
Buku ini memberikan deskripsi tentang realitas dunia Arab saat itu, analisis tentang tugas para pemikir dalam menanggapi pro¬blema umat, dan tentang pentingnya pembaruan pemi¬kiran Islam untuk menghidupkan kembafi khazanah tradisional Islam. Kemudian, pada tahun 1977, kembali ia menerbitkan Qadhaya Mu `ashirat fi al Fikr al-Gharib. Buku kedua ini mendiskusikan pemikiran para sarjana Barat untuk melihat bagaimana mereka memahami persoalan masyarakatnya dan kemudian mengadakan pembaruan.
Beberapa pemikir Barat yang ia singgung itu antara lain Spinoza, Voltaire, Kant, Hegel, Unamuno, Karl Jaspers, Karl Marx, Marx Weber, Edmund Husserl, dan Herbert Marcuse.
Kedua buku itu secara keseluruhan merangkum dua pokok pendekatan analisis yang berkaitan dengan sebab sebab kekalahan umat Islam; memahami posisi umat lslam sendiri yang lemah, dan memahami posisi Barat yang superior.


Untuk yang pertama penekanan diberikan pada upaya pemberdayaan umat, terutama dari segi pola pikirnya, dan bagi yang kedua ia berusaha untuk menunjukkan bagaimana menekan superioritas Barat dalam segala aspek kehidupan. Kedua pendekatan inilah yang nantinya melahirkan dua pokok pemikiran baru yang tertuang dalam dua buah karyanya, yaitu Al-Turats wa al Tajdid (Tradisi dan Pembaruan), dan Al Istighrab (Oksidentalisme).
Pada periode ini, yaitu antara tahun tahun 1971-1975, Hanafi juga menganalisis sebab sebab ketegangan antara berbagai kelompok kepentingan di Mesir, terutama antara kekuatan Islam radikal dengan pe¬merintah. Pada saat yang sama situasi politik Mesir mengalami ketidakstabilan yang ditandai dengan beberapa peristiwa penting yang berkaitan dengan sikap Anwar Sadat yang pro-Barat dan memberikan kelonggaran pada Israel, hingga ia terbunuh pada Oktober 1981. Keadaan itu membawa Hanafi pada pemikiran bahwa seorang ilmuan juga harus mempunyai tanggung jawab politik terhadap nasib bangsanya. Untuk itulah kemudian ia menulis Al Din wa al Tsaurah fi Mishr 1952 1981. Karya ini terdiri dari 8 jilid yang merupakan himpunan berbagai artikel yang ditulis antara tahun 1976 sampai 1981 dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1987. Karya itu berisi pembicaraan dan analisis tentang kebudayaan nasional dan hubungannya dengan agama, hubungan antara agama dengan perkembangan nasioanlisme, tentang gagasan mengenai gerakan "Kiri Keagamaan" yang membahas gerakan-gerakan keagamaan kontemporer, fundamentalisme Islam, serta "Kiri Islam dan Integritas Nasional". Dalam analisisnya Hanafi menemukan bahwa salah satu penyebab utama konflik berkepanjangan di Mesir adalah tarik-menarik antara ideologi Islam dan Barat dan ideologi sosialisme. Ia juga memberikan bukti bukti penyebab muncul¬nya berbagai tragedi politik dan, terakhir, menganali¬sis penyebab munculnya radikalisme Islam.
Karya karya lain yang ia tulis pada periode ini adalah Religious Dialogue and Revolution dan Dirasat al-Islamiyyah. Buku pertama berisi pikiran-pikiran yang ditulisnya antara tahun 1972 1976 ketika ia berada di Amerika Serikat, dan terbit pertama kali pada tahun 1977.


Pada bagian pertama buku ini ia merekomendasikan metode hermeneutika sebagai metode dialog antara Is¬lam, Kristen, dan Yahudi. Sedangkan bagian kedua secara khusus membicarakan hubungan antara aga¬ma dengan revolusi, dan lagi-lagi ia menawarkan feno¬menologi sebagai metode untuk menyikapi dan menafsirkan realitas umat Islam.
Sementara itu Dirasat Islamiyyah, yang ditulis sejak tahun 1978 dan terbit tahun 1981, memuat deskripsi dan analisis pembaruan terhadap ilmu ilmu keislaman klasik, seperti ushul fikih, ilmu ilmu ushuluddin, dan filsafat.
Dimulai dengan pendekatan historis untuk melihat perkembangannya, Hanafi berbicara tentang upaya rekonstruksi atas ilmu-ilmu tersebut untuk dise¬suaikan dengari realitas kontemporer.
Periode selanjutnya, yaitu dasawarsa 1980 an sampai dengan awal 1990 an, dilatarbelakangi oleh kondisi politik yang relatif lebih stabil ketimbang masa masa sebelumnya. Dalam periode ini, Hanafi mulai menulis Al-Turats wa al Tajdid yang terbit pertama kali tahun 1980. Buku ini merupakan landasan teoretis yang memuat dasar dasar ide pembaharuan dan langkah-langkahnya. Kemudian, ia menulis Al- Yasar Al-lslamiy (Kiri Islam), sebuah tulisan yang lebih merupakan sebuah "manifesto politik" yang berbau ideologis, sebagaimana telah saya kemukakan secara singkat di atas.
Jika Kiri Islam baru merupakan pokok pokok pikiran yang belum memberikan rincian dari program pembaruannya, buku Min Al Aqidah ila Al Tsaurah (5 jilid), yang ditulisnya selama hampir sepuluh tahun dan baru terbit pada tahun 1988. Buku ini memuat uraian terperinci tentang pokok-pokok pembaruan yang ia canangkan dan termuat dalam kedua karyanya yang terdahulu. Oleh karena itu, bukan tanpa alasan jika buku ini dikatakan sebagai karya Hanafi yang paling monumental.
Satu bagian pokok bahasan yang sangat penting dari buku ini adalah gagasan rekonstruksi ilmu kalam. Pertama tama ia mencoba menjelaskan seluruh karya dan aliran ilmu kalam, baik dari sisi kemunculannya, aspek isi dan metodologi maupun perkembangannya. Lalu ia melakukan analisis untuk melihat kelebihan dan kekurangannya, terutama relevansinya dengan konteks modernitas.

Salah satu kesimpulannya adalah bahwa pemikiran kalam klasik masih sangat teoretis, elitis dan statis secara konsepsional. Ia merekomendasikan sebuah teologi atau ilmu kalam yang antroposentris, populis, dan transformatif.
Selanjutnya, pada tahun tahun 1985 1987, Hanafi menulis banyak artikel yang ia presentasikan dalam berbagai seminar di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Perancis, Belanda, Timor Tengah, Jepang, termasuk Indonesia. Kumpulan tulisan itu kemudian disusun menjadi sebuah.buku yang berjudul Religion, Ideology, and Development yang terbit pada tahun 1993. Beberapa artikel lainnya juga tersusun menjadi buku dan diberi judul Islam in the Modern World (2 jilid).
Selain berisi kajian kajian agama dan filsafat, dalam karya-karyanya yang terakhir pemikiran Hanafi juga berisi kajian kajian ilmu sosial, seperti ekonomi dan teknologi.
Fokus pemikiran Hanafi pada karya karya terakhir ini lebih tertuju pada upaya untuk meletakkan posisi agama serta fungsinya dalam pembangunan di negara-negara dunia ketiga.
Pada perkembangan selanjutnya, Hanafi tidak lagi berbicara tentang ideologi tertentu melainkan tentang paradigma baru yang sesuai dengan ajaran Islam sendiri maupun kebutuhan hakiki kaum muslimin. Sublimasi pemikiran dalam diri Hanafi ini antara lain didorong oleh maraknya wacana nasionalisme-pragmatik Anwar Sadat yang menggeser popularitas paham sosialisme Nasser di Mesir pada dasawarsa 1970 an. Paradigma baru ini ia kembangkan sejak paroh kedua dasawarsa 1980 an hingga sekarang.
Pandangan universalistik ini di satu sisi ditopang oleh upaya pengintegrasian wawasan keislaman dari kehidupan kaum muslimin ke dalam upaya penegakan martabat manusia melalui pencapaian otonomi individual bagi warga masyarakat; penegakan kedaulatan hukum, penghargaan pada HAM, dan penguatan (empowerment) bagi kekuatan massa rakyat jelata.



Pada sisi lain, paradigma universalistik yang diinginkan Hanafi harus dimulai dari pengembangan epistemologi ilmu pengetahuan baru. Orang Islam, menurut Hanafi, tidak butuh hanya sekadar menerima dan mengambil alih paradigma ilmu pengetahuan modern Barat yang bertumpu pada materialisme, melainkan juga harus mengikis habis penolakan mereka terhadap peradaban ilmu pengetahuan Arab.
Seleksi dan dialog konstruktif dengan peradaban Barat itu dibutuhkan untuk mengenal dunia Barat dengan setepat-tepatnya. Dan upaya pengenalan itu sebagai unit kajian ilmiah, berbentuk ajakan kepada ilmu-ilmu kebaratan (al-Istighrab, Oksidentalisme) sebagai imbangan bagi ilmu-ilmu ketimuran (al-Istisyraq, Orientalisme). Oksidentalisme dimaksudkan untuk mengetahui peradaban Barat sebagaimana adanya, sehingga dari pendekatan ini akan muncul kemampuan mengembangkan kebijakan yang diperlukan kaum muslimin dalam ukuran jangka panjang.
Dengan pandangan ini Hassan Hanafi memberikan harapan Islam untuk menjadi mitra bagi peradaban-peradaban lain dalam penciptaan peradaban dunia baru dan universal.

C. Sekitar Pandangan Hassan Hanafi tentang Teologi Tradisional Islam
Di muka telah kita lihat, meskipun dalam beberapa hal menolak dan mengkritik Barat, Hanafi banyak menyerap dan mengonsentrasikan diri pada kajian pemikir Barat pra-modern dan modern. Oleh karena itu, Shimogaki mengkatagorikan Hanafi sebagai seorang modernis liberal, karena ide ide liberalisme Barat, demokrasi, rasionalisme dan pencerahan telah banyak mempengaruhinya.
Pemikiran Hanafi sendiri, menurut Isaa J. Boulatta dalam Trends and lssues in Contemporary Arabs Thought bertumpu pada tiga landasan: I) tradisi atau sejarah Islam; 2) metode fenomenologi, dan; 3) analisis sosial Marxian. Dengan demikian dapat dipahami bahwa gagasan semacam Kiri Islam dapat disebut sebagai pengetahuan yang terbentuk atas dasar watak sosial masyarakat (socially contructed) berkelas yang merupakan ciri khas tradisi Marxian.

Dalam gagasannya tentang rekonstruksi teologi tradsional, Hanafi menegaskan perlunya mengubah orientasi perangkat konseptual sistem kepercayaan (teologi) sesuai dengan perubahan konteks sosial poli¬tik yang terjadi. Teologi tradisional, kata Hanafi, lahir dalam konteks sejarah ketika inti keislaman sistem kepercayaan, yakni transendensi Tuhan, diserang oleh wakil-wakil dari sekte sekte dan budaya lama. Teolo¬gi itu dimaksudkan untuk mempertahankan doktrin utama dan untuk memelihara kemurniannya. Dialektika berasal dari dialog dan mengandung pengertian saling menolak; hanya merupakan dialektika kata¬-kata, bukan dialektika konsep konsep tentang sifat masyarakat atau tentang sejarah.
Sementara itu konteks sosio politik sekarang sudah berubah. Islam mengalami berbagai kekalahan di berbagai medan pertempuran sepanjang periode kolonisasi. Karena itu, lanjut Hanafi, kerangka konseptual lama masa masa permulaan, yang berasal dari kebudayaan klasik harus diubah menjadi kerangka konseptual baru, yang berasal dari kebudayaan modern.
Teologi merupakan refleksi dari wahyu yang me¬manfaatkan kosakata zamannya dan didorong oleh kebutuhan dan tujuan masyarakat; apakah kebutuhan dan tujuan itu merupakan keinginan obyektif atau semata-mata.manusiawi, atau barangkali hanya meru¬pakan cita cita dan nilai atau pernyataan egoisme murni. Dalam konteks ini, teologi merupakan proyeksi kebutuhan dan tujuan masyarakat manusia ke dalam teks-teks kitab suci.
Ia.menegaskan, tidak ada arti arti yang betul betul berdiri sendiri untuk seti¬ap ayat Kitab Suci. Sejarah teologi, kata Hanafi, ada¬lah sejarah proyeksi keinginan manusia ke dalam Kitab Suci itu. Setiap ahli teologi atau. penafsir melihat dalam Kitab Suci itu sesuatu yang ingin mereka lihat. Ini menunjukkan bagaimana manusia menggantungkan kebutuhan dan tujuannya pada naskah naskah itu.
Teologi dapat berperan sebagai suatu ideologi pembebasan bagi yang tertindas atau sebagai suatu pembenaran penjajahan oleh para penindas. Teologi memberikan fungsi legitimatif bagi setiap perjuangan kepentingan dari masing masing lapisan masyarakat yang berbeda. Karena itu, Hanafi menyimpulkan bah¬wa tidak ada kebenaran obyektif atau arti yang berdi¬ri sendiri, terlepas dari keinginan manusiawi.

Kebe¬naran teologi, dengan demikian, adalah kebenaran korelasional atau, dalam bahasa Hanafi, persesuaian antara arti naskah asli yang berdiri sendiri dengan kenyataan obyektif yang selalu berupa nilai nilai manusiawi yang universal. Sehingga suatu penafsiran bisa bersifat obyektif, bisa membaca kebenaran obyektif yang sama pada setiap ruang dan waktu.
Hanafi menegaskan bahwa rekonstruksi teologi tidak harus membawa implikasi hilangnya tradisi tradisi lama. Rekonstruksi teologi untuk mengkonfrontasikan ancaman-ancaman baru yang datang ke dunia dengan menggunakan konsep yang terpelihara murni dalam sejarah. Tradisi yang terpelihara itu menentukan lebih banyak lagi pengaktifan untuk dituangkan dalam realitas duniawi yang sekarang. Dialektika harus dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan, bukan hanya terdiri atas konsep konsep dan argumen argumen antara individu individu, melainkan dialektika berbagai masyarakat dan bangsa di antara kepentingan kepentingan yang bertentangan.
Rekonstruksi itu bertujuan untuk mendapatkan keberhasilan duniawi dengan memenuhi harapan-harapan dunia muslim terhadap kemendekaan, kebe¬basan, kesamaan sosial, penyatuan kembali identitas, kemajuan dan mobilisasi massa. Teologi baru itu ha¬rus mengarahkan sasarannya pada manusia sebagai tujuan perkataan (kalam) dan sebagai analisis percakap¬an. Karena itu pula harus tersusun secara kemanu¬siaan.
Asumsi dasar dari pandangan teologi semacam ini adalah bahwa Islam, dalam pandangan Hanafi, ada¬lah protes, oposisi dan revolusi. Baginya, Islam me¬miliki makna ganda. Pertama, Islam sebagai ketunduk¬an; yang diberlakukan oleh kekuatan politik kelas atas. Kedua, Islam sebagai revolusi, yang diberlakukan oleh mayoritas yang tidak berkuasa dan kelas orang miskin. Jika untuk mempertahankan status-quo suatu re¬zim politik, Islam ditafsirkan sebagai tunduk. Sedang jika untuk memulai suatu perubahan sosial politik melawan status quo, maka harus menafsirkan Islam sebagai pergolakan.



Secara generik, istilah aslama adalah menyerahkan diri kepada Tuhan, bukan kepada apa pun yang lain. Pengertian ini secara langsung menyatakan sebuah tindakan ganda; Yaitu menolak segala kekuasaan yang tidak transendental dan menerima kekuasaan transendental. Makna ganda dari kata kerja aslama dan kata benda Islam ini, menurut Hanafi, dengan sengaja disalahgunakan untuk mendorong Islam cenderung pada salah satu sisinya, yakni tunduk. Maka rekonstruksi teologi tradisional itu berarti pula untuk menunjukkan aspek lain dari Islam yang, menurutnya, sengaja disembunyikan, yakni penolakan, oposisi den pergolakan yang merupakan kebutuhan aktual masyarakat muslim. Di dalam hal ini, karena selalu terkait dengan masyarakat, refleksi atas nilai nilai universal agama pun mengikuti bentuk dan struktur kemasyarakatan, struktur sosial dan kekuatan politik.
D. Tradisi, Pembaharuan, dan Modernitas
Di dalam autobiografinya dan dalam tulisan- tulisan lain, Hanafi mengidentifikasikan proyek seumur hidupnya sebagai penelitian dan pengembangan Al-Turats wa al Tajdid, atau “Tradisi dan Pembaharuan”, Proyek ini terdiri dari suatu keseimbangan antara penegasan keontetikan dan keuniversalan Islam yang kuat dan sebuah kritik atas sebagian besar bentuk dan artikulasi Islam dalam pengalaman sejarah yang aktual. Pada konteks paruh kedua abad ke- 20, Hanafi mengidentifikasi pembaharuan dengan modernitas dan sering berbicara tentang “ Tradisi dan Modernitas” selain Tradisi dan Pembaharuan”.
Hanafi berpendapat bahwa pada masa transisi besar dan transformasi penting, kajian hubungan antara tradisi dengan kondisi baru penting sekali. Menurut Hanafi, Muslim di era modern benar- benar terlibat dalam transisi semacam itu.Dalam analisisnya mengenai situasi akhir- akhir ini, dia katakan bahwa gerakan- gerakan reformasi dan pembaharuan agama secara umum memberikan penekanan yang lebih besar pada “ keontetikan daripada Modernitas,” sedangkan kecenderungan intelektual pada masalah- masalah kebangkitan lebih dekat dengan “modernitas”dibandingkan “ keontetikan”.



Tetapi, dia mengingatkan bahwa keduanya berkaitan dan “ keontetikan” tanpa “ modernitas” semata- mata hanya menjadi pengulangan hal- hal lama tanpa diperiksa dan “ modernitas “ tanpa “keontetikan” menjadi radikalisme prematur yang tidak dapat diteruskan.[ ]
“ Tradisi ” ( turath ) merupakan subyek perdebatan yang hebat di antara para intelektual dan sarjana Muslim di dunia. Secara umum dipahami, paling tidak dalam argumen- argumen dunia Arab, bahwa istilah tersebut merujuk pada “ Elemen Islam” dalam budaya dan sejarah.Dalam penelitian tentang ilmu pengetahuan hermeneutika, Hanafi memandang kasus yang berkenaan dengan Islam sebagai penyedia sarana untuk memperluas ilmu pengetahuan agar lebih berarti dari pada ilmu pemahaman. Pada penelitiannya tentang hermeneutika, Hanafi memberikan swebuah metode khusus untuk menginterprestasikan Al- Qur’an sebagai suatu yang penting untuk memahami tradisi. Menurut Hanafi, sebagian besar interprestasi yang berkenaan dengan al- Qur’an memandang al- Qur’an sebagai rangkaian ayat yang harus dipahami sebagai hal yang terpisah dari suatu rangkaian.
E. Ilmu Pengetahuan Baru tentang Occidentalism ( Hal- hal yang berkaitan dengan Dunia Barat )[ ]
Meskipun bagian yang paling menonjol dari kaya Hanafi berkaitan dengan Islam, penelitiannya terhadap peradaban Barat juga membentuk suatu bagian yang terpenting dari proyek hidupnya.
Pada awal karyanya sebagai mahasiswa di Paris, interaksi antara penelitian Islam dan Barat dapat dilihat dengan jelas 3 monografi pertamanya, yang ditulis sebagai penelitian doktoralnya, merefleksikan hal ini.
Salah satunya yaitu:
 Penelitian tentang metode pemahaman bidang pengetahuan dasar dalam penelitian Islam , yang disebut Ilmu pengetahuan Ushul Fiqh.
 Analisis metode fonomenologi dalam kaitannya dengan agama.
 Aplikasi metode- metode tersebut dalam sebuah penelitian terhadap perjanjian baru.
Tujuan Hanafi, dalam kerangka pertama adalah untuk menciptakan suatu ilmu untuk memahami Barat. Dalam hal ini harus paralel dengan Orientalis, yang merupakan usaha Barat untuk memahami “ Timur ” secara umum, termasuk Islam. Dia sebut ilmu baru tersebut dengan nama Oksdentalisme.
Oksidentalisme memiliki tempat di beberapa proyek dan visi Hanafi. Pertimbangannya adalah sederhana dan praktis. Hanafi tertarik dengan sejarah Barat dan sering mengajar mata kuliah yang menjelaskan Barat. Salah satu aspek perkembangan konsepnya tentang oksidentalisme adalah pragmatis dimana dia perlu memahami materi dan tulisan yang diperlukan untuk tugasnya ini. Dia tidak puas dengan visi Eurocentris Barat didasarkan pada penelitiannya sendiri secara intensif dan bekerja sesuai naskah- naskah.Untuk mata kuliah ini Hanafi mempersiapkan bunga rampai ( dalam terjemahan berbahasa Arab ) tentang pemikiran Kristen dalam masa pertengahan, dengan penekanan khusus pada Agustine, Analesm, dan Acquinas, dan dia menerjemahkan dan menganalisis karya- karya besar Spinoza, Lessing, Sartre dan pemikiran- pemikiran Barat lainnya.
Kerangka kedua dimana Hanafi mengembangkan konsep Oksidentalisme adalah sebagai respon langsung terhadap Imperealisme dan Orientalisme Barat. Orientalisme menjadi sebuah cara untuk melakukan dua hal : memberikan kritik terhadap peradaban Barat dari sudut pandang nonbarat dan mengungkapkan kultur “ Orient ” yang perlu didominasi.
Kerangka ketiga adalah dimana pandangan Hanafi tentang Oksidentalisme merupakan perkembangan pemikiran yang menyuarakan pentingnya “ Ilmu Pengetahuan Sosial Baru”.Oksidentalisme menjadi cara Hanafi untuk membahas Barat dengan cara yang sama ketika Hanafi mengamati tradisi Islam.



BAB III
KESIMPULAN
Hassan hanafi adalah Guru Besar pada fakultas Filsafat Universitas Kairo. Ia lahir pada 13 Februari 1935 di Kairo, di dekat Benteng Salahuddin, daerah perkampungan Al-Azhar. Kota ini merupakan tempat bertemunya para mahasiswa muslim dari seluruh dunia yang ingin belajar, terutama di Universitas Al-Azhar. Meskipun lingkungan sosialnya dapat dikatakan tidak terlalu mendukung, tradisi keilmuan berkembang di sana sejak lama. Secara historis dan kultural, kota Mesir memang telah dipengaruhi peradaban-peradaban besar sejak masa Fir’aun, Romawi, Bizantium, Arab, Mamluk dan Turki, bahkan sampai dengan Eropa modern.Kedudukan Hanafi pada masyarakat Mesir merupakan contoh“ Intelektual ”. Dia tidak mendirikan organisasi politik, dia bukan pimpinan langsung dari pergerakan politik.Tujuan utamanya adalah memberikan rekonstruksi rangkaian menyeluruh tentang pemikiran Islam karena hal tersebut berkaitan dengan masyarakat dan komunitas dunia Islam.
Untuk memudahkan uraian pada bagian ini, kita dapat mengklasifikasikan karya karya Hanafi dalam tiga periode seperti halnya yang dilakukan oleh beberapa penulis yang telah lebih dulu mengkaji pemikiran tokoh ini: Periode pertama berlangsung pada tahun tahun 1960 an; periode kedua pada tahun tahun 1970 an, dan periode ketiga dari tahun tahun 1980 an sampai dengan 1990 an.
Pada awal dasawarsa 1960 an pemikiran Hanafi dipengaruhi oleh faham faham dominan yang ber¬kembang di Mesir, yaitu nasionalistik sosialistik po-pulistik yang juga dirumuskan sebagai ideologi Pan Arabisme, dan oleh situasi nasional yang kurang menguntungkan setelah kekalahan Mesir dalam perang melawan Israel pada tahun 1967. Pada awal dasawarsa ini pula (1956 1966), sebagaimana telah dikemukakan, Hanafi sedang berada dalam masa-masa belajar di Perancis. Di Perancis inilah, Hanafi lebih banyak lagi menekuni bidang bidang filsafat dan ilmu sosial dalam kaitannya dengan hasrat dan usahanya untuk melakukan rekonstruksi pemikiran Islam.


Untuk tujuan rekonstruksi itu, selama berada di Perancis ia mengadakan penelitian tentang, terutama, metode interpretasi sebagai upaya pembaharuan bidang ushul fikih (teori hukum Islam, Islamic legal the¬ory) dan tentang fenomenologi sebagai metode untuk memahami agama dalam konteks realitas kontempo¬rer. Penelitian itu sekaligus merupakan upayanya un¬tuk meraih gelar doktor pada Universitas Sorbonne (Perancis), dan ia berhasil menulis disertasi yang berjudul Essai sur la Methode d' Exegese (Esai tentang Metode Penafsiran). Karya setebal 900 halaman itu memperoleh penghargaan sebagai karya ilmiah terbaik di Mesir pada tahun 1961. Dalam karyanya itu jelas Hanafi berupaya menghadapkan ilmu ushul fikih pada mazhab filsafat fenomenologi Edmund Husserl.
Pada fase awal pemikirannya itu, tulisan tulisan Hanafi masih bersifat ilmiah murni. Baru pada akhir dasawarsa itu ia mulai berbicara tentang keharusan Islam untuk mengembangkan wawasan kehidupan yang progresif dan berdimensi pembebasan (taharrur, liberation). Ia mensyaratkan fungsi pembebasan jika memang itu yang diinginkan Islam agar dapat membawa masyarakat pada kebebasan dan keadilan, khususnya keadilan sosial, sebagai ukuran utamanya.
Struktur yang populistik adalah manifestasi kehidupannya dan kebulatan kerangka pemikiran sebagai resep utamanya, Hanafi sampai pada kesimpulan bahwa Islam sebaiknya berfungsi orientatif bagi ideologi populistikyang ada.
Pada konteks paruh kedua abad ke- 20, Hanafi mengidentifikasi pembaharuan dengan modernitas dan sering berbicara tentang “ Tradisi dan Modernitas” selain Tradisi dan Pembaharuan”.
Hanafi berpendapat bahwa pada masa transisi besar dan transformasi penting, kajian hubungan antara tradisi dengan kondisi baru penting sekali. Menurut Hanafi, Muslim di era modern benar- benar terlibat dalam transisi semacam itu.Dalam analisisnya mengenai situasi akhir- akhir ini, dia katakan bahwa gerakan- gerakan reformasi dan pembaharuan agama secara umum memberikan penekanan yang lebih besar pada “ keontetikan daripada Modernitas,” sedangkan kecenderungan intelektual pada masalah- masalah kebangkitan lebih dekat dengan “modernitas”dibandingkan “ keontetikan”.

Pada awal karyanya sebagai mahasiswa di Paris, interaksi antara penelitian Islam dan Barat dapat dilihat dengan jelas 3 monografi pertamanya, yang ditulis sebagai penelitian doktoralnya, merefleksikan hal ini.
Salah satunya yaitu:
 Penelitian tentang metode pemahaman bidang pengetahuan dasar dalam penelitian Islam , yang disebut Ilmu pengetahuan Ushul Fiqh.
 Analisis metode fonomenologi dalam kaitannya dengan agama.






















DAFTAR PUSTAKA

 John L.Esposito- John O.Voll, ”Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer”,( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002 ).
 Issa J. Boullatta, "Hassan Hanafi: Terlalu Teoretis untuk Dipraktekkan", tulisan pendek yang diterjernahkan oleh Saiful Muzani dalam Islamika.
 Abdurrahman Wahid, "Pengantar'” dalam ldeologi. ( Jakarta : PT. Gramedia Utama , 2000 )
 www.Islamlib.com

perkembangan konsep diri remaja

A. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Definisi yang lebih rinci lagi adalah sebagai berikut:
a. Konsep diri adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang atribut (ciri-ciri sifat ) yang dimiliki (Brehm & Kassin, 1993).
b. Atau juga diartikan sebagai pengetahuan dan keyakinan yang dimilki individu tentang karakteristik dan ciri-ciri pribadinya (Worchel, 2000).
c. Definisi lain menyebutkan bahwa Konsep diri merupakan semua perasaan dan pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri. Hal ini meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri
d. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan individu tentang dirinya
sendiri yang dapat bersifat psikologis, sosial dan fisik (Brooks).
A. Jenis- jenis Konsep Diri
Menurut William D.Brooks bahwa dalam menilai dirinya seseorang ada yang menilai positif dan ada yang menilai negatif. Maksudnya individu tersebut ada yang mempunyai konsep diri yang positif dan ada yang mempunyai konsep diri yang negatif.
Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah :
1. Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah. Orang ini mempunyai rasa percaya diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi, tidak lari dari masalah, dan percaya bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
2. Merasa setara dengan orang lain. Ia selalu merendah diri, tidak sombong, mencela atau meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain.
3. Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu tanpa menghilangkan rasa merendah diri, jadi meskipun ia menerima pujian ia tidak membanggakan dirinya apalagi meremehkan orang lain.
4. Mampu memperbaiki karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. Ia mampu untuk mengintrospeksi dirinya sendiri sebelum menginstrospeksi orang lain, dan mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima di lingkungannya.
Tanda-Tanda individu yang memiliki konsep diri negatif adalah :
1. Peka terhadap kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya dan mudah marah atau naik pitam, hal ini berarti dilihat dari faktor yang mempengaruhi dari individu tersebut belum dapat mengendalikan emosinya, sehingga kritikan dianggap sebagi hal yang salah. Bagi orang seperti ini koreksi sering dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Dalam berkomunikasi orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka, dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai logika yang keliru.
2. Cenderung bersikap hiperkritis. Ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun dan siapapun.
3. Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain.
4. Bersikap psimis terhadap kompetisi. Hal ini terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia akan menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.
B. Perkembangan Konsep Diri
Rini (2004:1) konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia sejak kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon orang tua dari lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya.
Perkembangan konsep diri adalah proses sepanjang hidup. Setiap tahap perkembangan mempunyai aktivitas spesifik yang membantu setiap individu dalam mengembangkan konsep diri yang positif.

C. Fungsi Konsep Diri

Dalam konsep diri ini terdapat beberapa fungsi antara lain:
1. Penilaian diri merupakan pandangan diri terhadap pengendalian keinginan dan dorongan-dorongan dalam diri, dan suasana hati yang sedang kita hayati seperti bahagia, sedih atau cemas. Keadaan ini akan mempengaruhi konsep diri kita positif atau negatif.
2. Penilaian sosial merupakan evaluasi terhadap bagaimana individu menerima penilaian lingkungan sosial pada diri nya. Penilaian sosial terhadap diri yang cerdas, supel akan mampu meningkatkan konsep diri dan kepercayaan diri. Adapun pandangan lingkungan pada individu seperti si gendut, si bodoh atau si nakal akan menyebabkan individu memiliki konsep diri yang buruk terhadap dirinya.
3. Konsep lain yang terdapat dalam pengertian konsep diri adalah self image atau citra diri, yaitu merupakan gambaran siapa saya.
D. Konsep Diri Dan Pengaruhnya Terhadap Tingkah laku
Konsep diri memiliki peranan penting dalam menentukan perilaku individu yaitu sebagai cermin bagi individu dalam memandang dirinya. Individu akan bereaksi terhadap lingkungannya sesuai dengan konsep dirinya, menurut Burns (1993) pembentukan konsep diri memudahkan interaksi sosial individu yang bersangkutan dapat terhadap reaksi orang lain.


E. Konsep Diri Remaja Yang Sehat
Tanda-tanda remaja yang memiliki konsep diri yang positif adalah :
1. Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah. Orang ini mempunyai rasa percaya diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi, tidak lari dari masalah, dan percaya bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
2. Merasa setara dengan orang lain. Ia selalu merendah diri, tidak sombong, mencela atau meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain.
3. Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu tanpa menghilangkan rasa merendah diri, jadi meskipun ia menerima pujian ia tidak membanggakan dirinya apalagi meremehkan orang lain.
4. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia peka terhadap perasaan orang lain sehingga akan menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak di setujui oleh masyarakat.
5. Mampu memperbaiki karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. Ia mampu untuk mengintrospeksi dirinya sendiri sebelum menginstrospeksi orang lain, dan mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima di lingkungannya.
F. Konsep Diri Dan Prestasi Sekolah

Konsep diri merupakan seperangkat instrument pengendali mental dan karenanya mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Gunawan (2005) menyebutkan bahwa seseorang yang mempunyai konsep diri positif akan menjadi invidu yang mampu memandang dirinya secara positif, berani mencoba dan mengambil resiko, selalu optimis, percaya diri, dan antusias menetapkan arah dan tujuan hidup. Terkait dengan pencapaian akademik, hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Shupe dan Yager (2005) dan Yeung dan Marsh dalam O’Mara dkk (2006) menunjukkan bahwa konsep diri dan pencapaian akademik siswa adalah dua hal yang saling memperngaruhi. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dalam berbagai tingkatan mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguran tinggi, seseorang dengan konsep diri yang positif cenderung memiliki pencapaian akademik yang lebih baik.
Bagaimakah sebenarnya konsep diri dapat mempengaruhi pencapaian akademik seseorang? Atau sebaliknya, bagaimanakan pencapaian akademik mempengaruhi konsep diri seseorang? Tripp Jr (2003), Shupe dan Yager (2005) mengemukakan bahwa seseorang dengan konsep diri positif akan mempunyai kemampuan interpersonal dan intrapersonal yang baik pula, yang memungkinkan untuk melakukan evaluasi secara obyektif terhadap dirinya sendiri. Sementara itu menurut Germer (2004), konsep diri merupakan kunci untuk membangun komunikasi terbuka antara guru dan murid sehingga menciptakan partisipasi aktif antara keduanya dalam kegiatan belajar mengajar.
G. Upaya Orang Tua Dan Guru Dalam Membentuk Konsep Diri Serta Implikasinya Bagi Pendidikan
Germer (1974), Cotton (1993), dan O’Mara dkk (2006) menyatakan bahwa guru memegang peranan kunci dalam aktivitas kelas, dan karenanya kesadaran guru terhadap pentingnya pembentukan konsep diri akan menentukan seberapa jauh pembentukan konsep diri dapat diintegrasikan ke dalam aktivitas belajar mengajar. Bagaimanakah aktivitas belajar mengajar dapat menjadi media pembentukan konsep diri? Germer (1974) menyatakan bahwa aktivitas kelas yang memungkinkan komunikasi dan partisipasi guru – siswa dan siswa – siswa secara lebih aktif, akan membantu siswa menjadi individu yang terbuka dan menerima diri sendiri dengan lebih baik sehingga memacu pembentukan konsep diri positif, menjadi individu yang lebih mampu “mendengar”, merasakan, menghormati, dan menciptakan komunikasi yang lebih terbuka dengan yang lain.
Secara lebih spesifik, Cotton (1993) menguraikan program pengembangan konsep diri anak dilakukan pada basis yang berbeda, dari mulai kelas, sekolah sampai wilayah. Cotton menyatakan bahwa pembentukan konsep diri di dalam kelas dilakukan dengan memberikan tugas berbasis kelompok dan berorientasi kepada pengembangan kemampuan siswa, serta penggunaan umpan balik terhadap kemajuan pembelajaran siswa, dan mengupayakan partisipasi aktif dan komunikasi yang terbuka antara guru – murid – walimurid. Ke semua hal tersebut dilakukan melalui berbagai kegiatan kelas seperti rotasi teman sebangku, pembuatan papan apresiasi siswa terhadap siswa sekaligus pengisian papan pernyataan penyesalan atas kesalahan yang diperbuat siswa terhadap siswa yang lain, pendampingan siswa korban narkoba, pengajaran ketrampilan hidup, Program yang dilakukan secara kontinyu tersebut, menghasilkan perubahan positif dalam diri siswa seperti penurunan angka drop out, peningkatan kehadiran siswa, penurunan kegagalan siswa dalam mata pelajaran, dan meningkatnya rasa kepedulian siswa terhadap lainnya.
Implikasinya dalam pendidikan, Siapa saya? Mungkin ini menjadi salah satu pertanyaan penting yang harus dijawab sesorang jika ingin maju dan berkembang. Konsep diri merupakan cuatu cara untuk menjawab pertanyaan ini. Kini, di saat pendidikan menjadi tulang punggung untuk menciptakan individu yang berkualitas, pembentukan konsep diri positif pada anak didik adalah suatu hal yang tak dapat ditinggalkan, yang harus dilakukan secara kontinyu dan menyeluruh pada setiap tahapan perkembangan anak didik. Di luar rumah, aktivitas kelas dan lingkungan sekolah memberikan warna terhadap pembentukan imdividu anak didik, yang dalam prosesnya peran guru adalah sangat vital. Keberhasilannya sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya kesadaran, kemauan dan kreativitas guru untuk mengintegrasikan pembentukan konsep diri yang positif ke dalam kegiatan pembelajaran.